Pages

Minggu, 12 Mei 2013

Keterbatasan Undang-Undang Telekomunikasi dalam Mengatur Penggunaan Teknologi Informasi


Keterbatasan Undang-Undang Telekomunikasi dalam Mengatur Penggunaan Teknologi Informasi

Didalam UU No. 36 telekomunikasi berisikan sembilan bab yang mengatur hal-hal berikut ini; Azas dan tujuan telekomunikasi, pembinaaan, penyelenggaraan telekomunikasi, penyidikan, sanksi administrasi, ketentuan pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup. Undang-Undang ini dibuat untuk menggantikan UU No.3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi, karena diperlukan penataan dan pengaturan kembali penyelenggaraan telekomunikasi nasional yang dimana semua ketentuan itu telah di setujuin oleh DPRRI.

UU ini dibuat karena ada beberapa alasan, salah satunya adalah bahwa pengaruh globalisasi dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat cepat telah mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi.

Dengan munculnya undang-undang tersebut membuat banyak terjadinya perubahan dalam dunia telekomunikasi, antara lain :
1.Telekomunikasi merupakan salah satu infrastruktur penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
2.Perkembangan teknologi yang sangat pesat tidak hanya terbatas pada lingkup telekomunikasi itu saja, maleinkan sudah berkembang pada TI.
3.Perkembangan teknologi telekomunikasi di tuntut untuk mengikuti norma dan kebijaksanaan yang ada di Indonesia.

Apakah ada keterbatasan yang dituangkan dalam UU no.36 Telekomunikasi tersebut dalam hal mengatur penggunaan teknologi Informasi. Maka berdasarkan isi dari UU tersebut tidak ada penjelasan mengenai batasan-batasan yang mengatur secara spesifik dalam penggunaan teknologi informasi tersebut, artinya dalan UU tersebut tidak ada peraturan yang secara resmi dapat membatasi penggunaan teknologi komunikasi ini. Namun akan lain ceritanya jika kita mencoba mencari batasan-batasan dalam penggunaan teknologi informasi berbasis sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual, maka hal tersebut diatur dalam UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terutama BAB VII tentang Perbuatan yang Dilarang. Untuk itu kita sebagai pengguna teknologi informasi dan komunikasi harus lebih bijak dan berhati-hati lagi dalam memanfaatkan teknologi ini dengan memperhatikan peraturan dan norma yang ada.

Jadi menurut saya berdasarkan UU No. 36 tentang telekomunikasi, tidak terdapat batasan dalam penggunaan teknologi informasi, karena penggunaan teknologi informasi sangat berpengaruh untuk negara kita, apabila dilohat dari keuntungan negara kita, teknoogi juga merupakan hal yang bebas digunakan bagi para pengguna teknologi informasi untuk disegala bidang apapun

UU No. 36 telekomunikasi berisikan Azas dan tujuan telekomunikasi


UU No. 36 telekomunikasi berisikan Azas dan tujuan telekomunikasi

Pada undang – undang no. 36 Pasal 1 dinyatakan :
1.    Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap       informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik Iainnya.
2.     Alat telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi.
3.    Perangkat telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan bertelekomunikasi
Berdasarkan pasal 1 diatas dinyatakan bahwa telekomunikasi merupakan kebutuhan yang mendasar bagi kehidupan manusia sekarang ini. Kemudian telekomunikasi menjadi sangat penting karena dalam perkembangannya telekomunikasi bukan hal yang baru lagi dan juga dapat mendukung perekonomian oleh beberapa orang menjadi sumber penghidupan.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 52 TAHUN 2000
TENTANG
PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan mengenai penyelengaraan telekomunikasi
sebagimana diatur dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi,
dipandang perlu untuk menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan
Telekomunikasi;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Tahun
1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3881);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam
bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya.
2. Alat telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi.
3. Perangkat telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan bertelekomunikasi.
4. Pemancar radio adalah alat telekomunikasi yang menggunakan dan memancarkan gelombang radio.
5. Jaringan telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi.
6. Jasa telekomunikasi adalah layanan telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan bertelekomunikasi dengan menggunakan jaringan telekomunikasi.
7. Penyelenggara telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, badan usaha milik daerah, badan usaha milik negara, badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan instansi pertahanan keamanan negara.
8. Penyelenggaraan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi.
9. Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jaringan telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi.
10. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jasa telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi.
11. Penyelenggaraan telekomunikasi khusus adalah penyelenggaraan telekomunikasi yang sifat, peruntukan dan pengoperasiannya khusus.
12. Interkoneksi adalah keterhubungan antar jaringan telekomunikasi dari penyelenggara telekomunikasi yang berbeda.
13. Kewajiban pelayanan universal adalah kewajiban yang dibebankan kepada penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi untuk memenuhi aksesibilitas bagi wilayah atau sebagian masyarakat yang belum terjangkau oleh penyelenggaraan jaringan dan atau jasa telekomunikasi.
14. Menteri adalah Menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi.
BAB II
PENYELENGGARAAN JARINGAN DAN JASA TELEKOMUNIKASI
Bagian Pertama
Penyelenggaraan Telekomunikasi
Pasal 2
Penyelenggaraan telekomunikasi dilaksanakan oleh penyelenggara telekomunikasi.
Pasal 3
Penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi :
a. penyelenggaraan jaringan telekomunikasi;
b. penyelenggaraan jasa telekomunikasi;
c. penyelenggaraan telekomunikasi khusus.
Pasal 4
Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dan huruf b dapat dilakukan oleh badan hukum yang didirikan untuk maksud tersebut berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu:
a. Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
b. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
c. Badan Usaha Swasta; atau
d. Koperasi.
Pasal 5
Penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c dapat dilakukan oleh:
a. perseorangan;
b. instansi pemerintah; atau
c. badan hukum selain penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi.
Bagian Kedua
Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi
Pasal 6
(1) Dalam penyelenggaraan jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a,
penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib membangun dan atau menyediakan jaringan telekomunikasi.
(2) Penyelenggara jaringan telekomunikasi dalam membangun jaringan telekomunikasi wajib memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Penyelenggara jaringan telekomunikasi dalam membangun dan atau menyediakan jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mengikuti ketentuan teknis dalam Rencana Dasar Teknis.
(4) Ketentuan mengenaai Rencana Dasar Teknis sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 7
Penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menjamin terselenggaranya telekomunikasi melalui jaringan yang diselenggarakannya.
Pasal 8
(1) Penyelenggara jaringan telekomunikasi dapat menyelenggarakan jasa telekomunikasi melalui jaringan yang dimiliki dan disediakannya.
(2) Penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus merupakan kegiatan usaha yang terpisah dari penyelenggaraan jaringan yang sudah ada.
(3) Untuk menyelenggarakan jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib mendapatkan izin penyelenggaraan jasa telekomunikasi dari Menteri.
Pasal 9
(1) Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi terdiri dari :
a. penyelenggaraan jaringan tetap;
b. penyelenggaraan jaringan bergerak.
(2) Penyelenggaraan jaringan tetap dibedakan dalam :
a. penyelenggaraan jaringan tetap lokal;
b. penyelenggaraan jaringan tetap sambungan langsung jarak jauh;
c. penyelenggaraan jaringan tetap sambungan internasional;
d. penyelenggaraan jaringan tetap tertutup.
(3) Penyelenggaraan jaringan bergerak dibedakan dalam :
a. penyelenggaraan jaringan bergerak terestrial;
b. penyelenggaraan jaringan bergerak seluler;
c. penyelenggaraan jaringan bergerak satelit.
(4) Ketentuan mengenai tata cara penyelenggaraan jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 10
(1) Penyelenggara jaringan tetap lokal atau penyelenggara jaringan bergerak seluler atau penyelenggara jaringan bergerak satelit harus menyelenggarakan jasa teleponi dasar.
(2) Penyelenggara jaringan tetap lokal dalam menyelenggarakan jasa teleponi dasar wajib menyelenggarakan jasa telepon umum.
(3) Penyelenggara jaringan tetap lokal dalam menyelenggarakan jasa telepon umum dapat bekerjasama dengan pihak ketiga.
Pasal 11
(1) Penyelenggara jaringan telekomunikasi dalam menyediakan jaringan telekomunikasi dapat bekerjasama dengan penyelenggara jaringan telekomunikasi luar negeri sesuai dengan izin penyelenggaraannya.
(2) Kerjasama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam suatu perjanjian tertulis.
Pasal 12
Penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib memenuhi setiap permohonan dari calon pelanggan jaringan telekomunikasi yang telah memenuhi syarat-syarat berlangganan jaringan telekomunikasi sepanjang jaringan telekomunikasi tersedia.
Bagian Ketiga
Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi
Pasal 13
Dalam penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, penyelenggara jasa telekomunikasi menggunakan jaringan telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi.
Pasal 14
(1) Penyelenggaraan jasa telekomunikasi terdiri dari:
a. penyelenggaraan jasa teleponi dasar;
b. penyelenggaraan jasa nilai tambah teleponi;
c. penyelenggaraan jasa multimedia;
(2) Ketentuan mengenai tata cara penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 15
(1) Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib menyediakan fasilitas telekomunikasi untuk menjamin kualitas pelayanan jasa telekomunikasi yang baik.
(2) Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib memberikan pelayanan yang sama kepada pengguna jasa telekomunikasi.
(3) Dalam menyediakan fasilitas telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penyelenggara jasa telekomunikasi wajib mengikuti ketentuan teknis dalam Rencana Dasar Teknis.
(4) Ketentuan mengenai Rencana Dasar Teknis sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 16
(1) Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib mencatat/merekam secara rinci pemakaian jasa telekomunikasi yang digunakan oleh pengguna telekomunikasi.
(2) Apabila pengguna memerlukan catatan/rekaman pemakaian jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penyelenggara telekomunikasi wajib memberikannya.
Pasal 17
(1) Catatan/rekaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 disimpan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan.
(2) Penyelenggara jasa telekomunikasi berhak memungut biaya atas permintaan catatan/rekaman pemakaian jasa telekomunikasi.
Pasal 18
(1) Pelanggan jasa telekomunikasi dapat mengadakan sendiri perangkat akses dan perangkat terminal pelanggan jasa telekomunikasi.
(2) Instalasi perangkat akses di rumah dan atau gedung dapat dilaksanakan oleh instalatur yang memenuhi persyaratan.
Pasal 19
Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib memenuhi setiap permohonan dari calon pelanggan telekomunikasi yang telah memenuhi syarat-syarat berlangganan jasa telekomunikasi sepanjang akses jasa telekomunikasi tersedia.
                                                              PENYIDIKAN
Pasal 44
(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
    (2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi:
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang dan/atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
c. menghentikan penggunaan alat dan/atau perangkat telekomunikasi yang menyimpang
dari ketentuan yang berlaku.
d. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka.
e. melakukan pemeriksaan alat dan/atau perangkat telekomunikasi yang digunakan atau       diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
f. menggeledah tempat yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
g. menyegel dan/atau menyita alat dan/atau perangkat telekomunikasi yang digunakan atau yang diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
h. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
i. mengadakan penghentian penyidikan.
(3) Kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-undang Hukum Acara Pidana.
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 45
Barang siapa melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (1),Pasal 18 ayat (2),pasal19,pasal 21,Pasal 25 ayat (2),Pasal 26 ayat (1),Pasal 29 ayat (1),Pasal 29 ayat (2),Pasal 33 ayat (1),Pasal 33 ayat (2),Pasal 34 ayat (1),Pasal 34 ayat (2) dikenai sanksi administrasi.
Pasal 46
(1)  Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 berupa pencabutan izin (2)  Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah diberi peringatan tertulis.
KETENTUAN PIDANA
Pasal 47
 Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1),dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
 Pasal 48
 Penyelenggara jaringan telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 49
Penyelenggara telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20,dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
 Pasal 50
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22,dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
 Pasal 51
Penyelenggara komunikasi khusus yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1 ataau Pasal 29 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
Pasal 52
Barang siapa memperdagangkan,membuat,merakit,memasukan atau menggunakan perangkat telekomunikasi di wilayah Negara Republik Indonesia yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 53
(1)  Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) atau Pasal 33 ayat (2) dipidana dengan penjara pidana paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah). (2)  Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
Pasal 54
Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) atau Pasal 36 Ayat (2),dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua raatus juta rupiah).
Pasal 55
 Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38,dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 56
 Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40,dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
Pasal 57
 Penyelenggara jasa telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1),dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 58
Alat dan perangkat telekomunikasi yang digunakan dalam tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47,Pasal 48,Pasal 52,atau Pasal 56 dirampas oleh negara dan atau dimusnahkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 59
Perbuataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47,Pasal 48,Pasal 49,Pasal 50,Pasal 51,Pasal 52,Pasal 53,Pasal 54,Pasal 55,Pasal 56, dan Pasal 57 adalah kejahatan.

Sabtu, 04 Mei 2013

UUD no.19 tentang hak cipta, pembatasan hak cipta dan prosedur pendaftaran HAKI

4. Jelaskan UUD no.19 tentang hak cipta, pembatasan hak cipta dan prosedur pendaftaran HAKI


JELASKAN RUANG LINGKUP UUD TENTANG HAK CIPTA DAN PROSEDURE PENDAFTARAN HAKI DI DEPKUMHAM ....



        Hak eklusif bagi pencipta atas pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaanya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah pengertian HAK CIPTA menurut pasal 1 UU no 19 Th 2002.
Pencipta adalah seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas aspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, ketrampilan atau keahlian yang dituangkan kedalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni atau sastra.
Pemegang Hak Cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari Pencipta atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.

Pendaftaran Hak Cipta di Indonesia
Di Indonesia, pendaftaran ciptaan bukan merupakan suatu keharusan bagi pencipta atau pemegang hak cipta, dan timbulnya perlindungan suatu ciptaan dimulai sejak ciptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena pendaftaran. Namun demikian, surat pendaftaran ciptaan dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di [[pengadilan]] apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan. Sesuai yang diatur pada bab IV Undang-undang Hak Cipta, pendaftaran hak cipta diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI), yang kini berada di bawah [Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia]].
Pencipta atau pemilik hak cipta dapat mendaftarkan langsung ciptaannya maupun melalui konsultan HKI. Permohonan pendaftaran hak cipta dikenakan biaya (UU 19/2002 pasal 37 ayat 2). Penjelasan prosedur dan formulir pendaftaran hak cipta dapat diperoleh di kantor maupun [http://www.dgip.go.id/article/archive/9/ situs web] Ditjen HKI. “Daftar Umum Ciptaan” yang mencatat ciptaan-ciptaan terdaftar dikelola oleh Ditjen HKI dan dapat dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai biaya.

Ciptaan yang dapat dilindungi
Ciptaan yang dilindungi hak cipta di Indonesia dapat mencakup misalnya buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan,ceramah, kuliah, pidato, alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau tanpa teks, drama,drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, pantomim, seni rupa dalam segala bentuk (seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan), arsitektur, peta, seni batik (dan karya tradisional lainnya seperti seni songket dan seni ikat), fotografi, sinematografi, dan tidak termasuk desain industri (yang dilindungi sebagai kekayaan intelektual tersendiri).

Ciptaan hasil pengalihwujudan seperti terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai (misalnya buku yang berisi kumpulan karya tulis, himpunan lagu yang direkam dalam satu media, serta komposisi berbagai karya tari pilihan), dan database dilindungi sebagai ciptaan tersendiri tanpa mengurangi hak cipta atas ciptaan asli (UU 19/2002 pasal 12).

Fungsi dan Sifat Hak Cipta
Perbedaan hak cipta dengan hak merk dan hak paten adalah hak cipta merupakan hak eksekutif bagi pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan. Jika hak paten dan hak merk baru timbul hak setelah pengumuman Dirjen HaKI.
Hak cipta dapat dialihkan atau beralih ke orang lain atau badan hukum baik sebagian atau seluruhnya karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis, atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundan-undangan. Hak tersebut terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah penciptanya meninggal dunia (Pasal 29 UU No. 19 Tahun 2002).

Prosedure Pendaftaran HKI  
                                            
              PERSYARATAN PERMOHONAN HAK MEREK

1.  Mengajukan permohonan ke DJ HKI/Kanwil secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan melampirkan :
  • Foto copy KTP yang dilegalisir. Bagi pemohon yang berasal dari luar negeri sesuai dengan ketentuan undang-undang harus memilih tempat kedudukan di Indonesia, biasanya dipilih pada alamat kuasa hukumnya;
  • Foto copy akte pendirian badan hukum yang telah disahkan oleh notaris apabila permohonan diajukan atas nama badan hukum;
  • Foto copy peraturan pemilikan bersama apabila permohonan diajukan atas nama lebih dari satu orang (merek kolektif);
  • Surat kuasa khusus apabila permohonan pendaftaran dikuasakan;
  • Tanda pembayaran biaya permohonan;
  1.     25 helai etiket merek (ukuran max 9x9 cm, min. 2x2 cm);
  2. surat pernyataan bahwa merek yang dimintakan pendaftaran adalah miliknya.

2.  Mengisi formulir permohonan yang memuat :
  • Tanggal, bulan, dan tahun surat permohonan;
  • Nama, alamat lengkap dan kewarganegaraan pemohon;
  • Nama dan alamat lengkap kuasa apabila permohonan diajukan melalui kuasa; dan;
  • Nama negara dan tanggal penerimaan permohonan yang pertama kali dalam hal permohonan diajukan dangan hak prioritas

3.  Membayar biaya permohonan pendaftaran merek.


        PERSYARATAN PERMOHONAN HAK CIPTA

1.  Mengisi formulir pendaftaran ciptaan rangkap tiga (formulir dapat diminta secara cuma-cuma pada Kantor

2.  Wilayah), lembar pertama dari formulir tersebut ditandatangani di atas materai Rp.6.000 (enam ribu rupiah);

3.  Surat permohonan pendaftaran ciptaan mencantumkan:

  • Nama, kewarganegaraan dan alamat pencipta;
  • Nama, kewarganegaraan dan alamat pemegang hak cipta; nama, kewarganegaraan dan alamat kuasa; jenis dan judul ciptaan;
  • Tanggal dan tempat ciptaan diumumkan untuk pertama kali;
  • Uraian ciptaan rangkap 4;

4.  Surat permohonan pendaftaran ciptaan hanya dapat diajukan untuk satu ciptaan;

5. Melampirkan bukti kewarganegaraan pencipta dan pemegang hak cipta berupa fotocopy KTP atau paspor.

6.  Apabila pemohon badan hukum, maka pada surat permohonannya harus dilampirkan turunan resmi akta pendirian badan hukum tersebut

7.  Melampirkan surat kuasa, bilamana permohonan tersebut diajukan oleh seorang kuasa, beserta bukti kewarganegaraan kuasa tersebut

8.  Apabila permohonan tidak bertempat tinggal di dalam wilayah RI, maka untuk keperluan permohonan pendaftaran ciptaan ia harus memiliki tempat tinggal dan menunjuk seorang kuasa di dalam wilayah RI

9.  Apabila permohonan pendaftaran ciptaan diajukan atas nama lebih dari seorang dan atau suatu badan hukum, maka nama-nama pemohon harus ditulis semuanya, dengan menetapkan satu alamat pemohon

10.  Apabila ciptaan tersebut telah dipindahkan, agar melampirkan bukti pemindahan hak

11.  Melampirkan contoh ciptaan yang dimohonkan pendaftarannya atau penggantinya

12. Membayar biaya permohonan pendaftaran ciptaan Rp.200.000, khusus untuk permohonan pendaftaran ciptaan program komputer sebesar Rp.300.000


       PERSYARATAN PERMOHONAN PENDAFTARAN DISAIN INDUSTRI

1.  Mengajukan permohonan ke DJ HKI secara tertulis dalam Bahasa Indonesia:

2.  Permohonan ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya, serta dilampiri:
  • Contoh fisik atau gambar atau foto serta uraian dari desain industri yang dimohonkan pendaftarannya.
  • Surat kuasa khusus, dalam hal permohonan diajukan melalui kuasa;
  • Surat pernyataan bahwa desain industri yang dimohonkan pendaftarannya adalah milik pemohon


3.  Mengisi formulir permohonan yang memuat
  • Tanggal, bulan, dan tahun surat permohonan;
  • Nama, alamat lengkap dan kewarganegaraan pemohon;
  • Nama dan alamat lengkap kuasa apabila permohonan diajukan melalui kuasa; dan
  • Nama negara dan tanggal penerimaan permohonan yang pertama kali dalam hal permohonan diajukan dangan hak prioritas


4.  Dalam hal permohonan diajukan secara bersama-sama oleh lebih dari satu pemohon, permohonan tersebut ditandatangani oleh salah satu pemohon dengan dilampiri persetujuan tertulis dari pemohon lain

5.  Dalam hal permohonan diajukan oleh bukan pendesain, permohonan harus disertai pernyataan yang dilengkapi dengan bukti yang cukup bahwa pemohon berhak atas desain industri yang bersangkutan;

6.  Membayar biaya permohonan sebesar Rp.300.000,- untuk UKM (usaha kecil dan menengah) dan Rp.600.000,- untuk non-UKM, untuk setiap permohonan


                     ALUR PROSEDUR PERMOHONAN PENDAFTARAN HKI



sumber :
 http://www.kumham-jogja.info/example-pages

Ruang lingkup UUD tentang hak cipta dan jelaskan prosedur pendaftaran HAKI di DEPKUMHAM!

3. Jelaskan ruang lingkup UUD tentang hak cipta dan jelaskan prosedur pendaftaran HAKI di DEPKUMHAM!


UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menyatakan bahwa Hak Cipta adalah hak yang mengatur karya intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan diberikan pada ide, prosedur, metode atau konsep yang telah dituangkan dalam wujud tetap. Untuk mendapatkan perlindungan melalui Hak Cipta, tidak ada keharusan untuk mendaftarkan. Pendaftaran hanya semata-mata untuk keperluan pembuktian belaka. Dengan demikian, begitu suatu ciptaan berwujud, maka secara otomatis Hak Cipta melekat pada ciptaan tersebut. Biasanya publikasi dilakukan dengan mencantumkan tanda Hak Cipta ©. Perlindungan hukum terhadap pemegang Hak Cipta dimaksudkan sebagai upaya untuk mewujudkan iklim yang lebih baik bagi tumbuh dan berkembangnya semangat mencipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra.
Lingkup Hak Cipta
a.       Ciptaan yang dilindungi
Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menetapkan secara rinci ciptaan yang dapat dilindungi, yaitu:
1.      Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain
2.      Ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu
3.      Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan
4.      Lagu atau musik dengan atau tanpa teks
5.      Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomime
6.      Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan
7.      Arsitektur
8.      Peta
9.      Seni batik
10.  Fotografi
11.  Sinematografi
12.  Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.

b.      Ciptaan yang tidak diberi Hak Cipta
Sebagai pengecualian terhadap ketentuan di atas, tidak diberikan Hak Cipta untuk hal-hal berikut:
1.      hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara
2.      Peraturan perundang-undangan
3.      Pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah
4.      Putusan pengadilan atau penetapan hakim
5.      Keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.
Bentuk dan Lama Perlindungan
Bentuk perlindungan yang diberikan meliputi larangan bagi siapa saja untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaan yang dilindungi tersebut kecuali dengan seijin Pemegang Hak Cipta. Jangka waktu perlindungan Hak Cipta pada umumnya berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia. Namun demikian, pasal 30 UU Hak Cipta menyatakan bahwa Hak Cipta atas Ciptaan:
a.       Program computer
b.      Sinematografi
c.       Fotografi
d.      Database
e.       Karya hasil pengalihwuju dan berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.
Pelanggaran dan Sanksi
Dengan menyebut atau mencantumkan sumbernya, tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta atas:
1.      Penggunaan Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta
2.      Pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan di dalam atau di luar Pengadilan
3.      Pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan
4.      Ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan
5.      Pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta
6.      Perbanyakan suatu Ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra dalam huruf braille guna keperluan para tunanetra, kecuali jika Perbanyakan itu bersifat komersial
7.      Perbanyakan suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang non komersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya: perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya arsitektur, seperti Ciptaan bangunan : pembuatan salinan cadangan suatu Program Komputer oleh pemilik Program Komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.
Menurut Pasal 72 Undang-Undang Hak Cipta, bagi mereka yang dengan sengaja atau tanpa hak melanggar Hak Cipta orang lain dapat dikenakan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). Selain itu, beberapa sanksi lainnya adalah:
1.      Menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta dipidana dengan dengan pidana penjara maksimal 5 (lima) tahun dan/atau denda maksimal Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
2.      Memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
Pendaftaran Hak Cipta
Perlindungan suatu ciptaan timbul secara otomatis sejak ciptaan itu diwujudkan dalam bentuk yang nyata. Pendaftaran ciptaan tidak merupakan suatu kewajiban untuk mendapatkan hak cipta. Namun demikian, pencipta maupun pemegang hak cipta yang mendaftarkan ciptaannya akan mendapat surat pendaftaran ciptaan yang dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan tersebut. Ciptaan dapat didaftarkan ke Kantor Hak Cipta, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual-Departemen Hukum dan HAM (Ditjen HKI-DepkumHAM).

Kamis, 02 Mei 2013

council of urope convention on cyber cryme diberbagai negara



2. jelaskan council of europe convention on by cyber cryme diberbagai negara

Cyber Law


Cyber Law adalah aspek hukum  yang artinya berasal dari Cyberspace Law, dimana ruang lingkupnya meliputi aspek-aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai online dan memasuki dunia cyber atau maya. Sehingga dapat diartikan cybercrome itu merupakan kejahatan dalam dunia internet.
Cyber Law merupakan seperangkat aturan yang dibuat oleh suatu Negara tertentu, dan peraturan yang dibuat itu hanya berlaku kepada masyarakat Negara tertentu. Cyber Law dapat pula diartikan sebagai hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya), yang umumnya diasosiasikan dengan internet.
Cyber Law Negara Indonesia:
Munculnya Cyber Law di Indonesia dimulai sebelum tahun 1999. Focus utama pada saat itu adalah pada “payung hukum” yang generic dan sedikit mengenai transaksi elektronik. Pendekatan “payung” ini dilakukan agar ada sebuah basis yang dapat digunakan oleh undang-undang dan peraturan lainnya. Namun pada kenyataannya hal ini tidak terlaksana. Untuk hal yang terkait dengan transaksi elektronik, pengakuan digital signature sama seperti tanda tangan konvensional merupakan target. Jika digital signature dapat diakui, maka hal ini akan mempermudah banyak hal seperti electronic commerce (e-commerce), electronic procurement (e-procurement), dan berbagai transaksi elektronik lainnya.
Cyber Law digunakan untuk mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada Cyber Law ini juga diatur berbagai macam hukuman bagi kejahatan melalui internet.
Cyber Law atau Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sendiri baru ada di Indonesia dan telah disahkan oleh DPR pada tanggal 25 Maret 2008. UU ITE terdiri dari 13 bab dan 54 pasal yang mengupas secara mendetail bagaimana aturan hidup di dunia maya dan transaksi yang terjadi di dalamnya. Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37), yaitu:
  • Pasal 27: Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan.
  • Pasal 28: Berita bohong dan Menyesatkan, Berita kebencian dan permusuhan.
  • Pasal 29: Ancaman Kekekrasan dan Menakut-nakuti.
  • Pasal 30: Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking.
  • Pasal 31: Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi.
Ada satu hal yang menarik mengenai rancangan cyber law ini yang terkait dengan terotori. Misalkan, seorang cracker dari sebuah Negara Eropa melakukan pengrusakan terhadap sebuah situs di Indonesia. Salah satu pendekatan yang diambil adalah jika akibat dari aktivitas crackingnya terasa di Indonesia, maka Indonesia berhak mengadili yang bersangkutan. Yang dapat dilakukan adalah menangkap cracker ini jika dia mengunjungi Indonesia. Dengan kata lain, dia kehilangan kesempatan/ hak untuk mengunjungi sebuah tempat di dunia.
Cyber Law Negara Malaysia:
Digital Signature Act 1997 merupakan Cyber Law pertama yang disahkan oleh parlemen Malaysia. Tujuan cyberlaw ini adalah untuk memungkinkan perusahaan dan konsumen untuk menggunakan tanda tangan elektronik (bukan tanda tangan tulisan tangan) dalam hukum dan transaksi bisnis. Pada cyberlaw berikutnya yang akan berlaku adalah Telemedicine Act 1997. Cyberlaw ini praktis medis untuk memberdayakan memberikan pelayanan medis/konsultasi dari lokasi jauh melalui penggunaan fasilitas komunikasi elektronik seperti konferensi video.
Cyber Law Negara Singapore:
The Electronic Transactions Act telah ada sejak 10 Juli 1998 untuk menciptakan kerangka yang sah tentang undang-undang untuk transaksi perdagangan elektronik si Singapore. ETA dibuat dengan tujuan:
  1. Memudahkan komunikasi elektronik atas pertolongan arsip elektronik yang dapat dipercaya.
  2. Memudahkan perdagangan elektronik, yaitu menghapuskan penghalang perdagangan elektronik yang tidak sah atas penulisan dan persyaratan tandatangan, dan untuk mempromosikan pengembangan dari undang-undang dan infrastruktur bisnis diperlukan untuk menerapkan menjamin/mengamankan perdagangan elektronik.
  3. Memudahkan penyimpanan secara elektronik tentang dokumen pemerintah dan perusahaan.
  4. Meminimalkan timbulnya arsip elektronik yang sama, perubahan yang tidak sengaja dan disengaja tentang arsip, dan penipuan dalam perdagangan elektronik, dll.
  5. Membantu menuju keseragaman aturan, peraturan dan mengenai pengesahan dan integritas dari arsip elektronik.
  6. Mempromosikan kepercayaan, inregritas dan keandalan dari arsip elektronik dan perdagangan elektronik dan untuk membantu perkembangan dan pengembangan dari perdagangan elektronik melalui penggunaan tanda tangan yang elektronik untuk menjamin keaslian dan integritas surat menyurat yang menggunakan media elektronik.
Cyber Law Negara Vietnam:
Cybercrime, penggunaan nama domain dan kontrak elektronik di Vietnam sudah ditetapkan oleh Pemerintah Vietnam, sedangkan untuk masalah perlindungan konsumen privasi, spam, muatan online, digital copyright dan online dispute resolution belum mendapat perhatian dari pemerintah sehingga belum ada rancangannya.
Di Negara seperti Vietnam hukum ini masih sangat rendah keberadaannya, hal ini dapat dilihat dari hanya sedikit hukum-hukum yang mengatur masalah cyber, apdahal masalah seperti yang telah disebutkan sebelumnya sangat penting keberadaanya bagi masyarakat yang mungkin merasa dirugikan.
Cyber Law Negara Thailand:
Cybercrime dan kontrak elektronik di Negara Thailand sudah sitetapkan oleh pemerintahnya, walaupun yang sudah ditetapkannya hanya 2 tetapi yang lainnya seperti spam, privasi, digital copyright dan ODR sudah dalam tahap rancangan.
Cyber Law Negara Amerika Serikat:
Di Amerika, cyberlaw yang mengatur transaksi elektronik dikenal dengan Uniform Electronic Transaction Act (UETA). UETA adalah salah satu dari beberapa Peraturan Perundang-undangan Amerika Serikat yang diusulkan oleh National Conference of Commissioners on Uniform State Laws (NCCUSL).
Sejak itu 47 negara bagian, Kolombia, Puerto Rico, dan Pulau Virgin US telah mengadopsinya ke dalam hukum mereka sendiri. Tujuan menyeluruhnya adalah untuk membawa ke jalur hukum Negara bagian yang berbeda atas bidang-bidang seperti retensi dokumen kertas, dan keabsahan tanda tangan elektronik sehingga mendukung keabsahan kontrak elektronik sebagai media perjanjian yang layak.
Dari 5 negara yang telah disebutkan diatas, Negara yang memiliki cyberlaw paling banyak untuk saat ini adalah Indonesia, tetapi yang memiliki cyberlaw yang terlengkap nantinya adalah Malaysia karena walaupun untuk saat ini baru ada 6 hukum tetapi yang lainnya sudah dalam tahap perencanaan. Sedangkan Indonesia yang lainnya belum ada tahap perencanaan. Untuk Thailand dan Vietnam, Vietnam masih lebih unggul dalam penanganan cyberlaw karena untuk saat ini terdapat 3 hukum yang sudah ditetapkan, tetapi di Thailand saat ini hanya terdapat 2 hukum yang ditetapkan tetapi untuk kedepannya Thailand memiliki 4 hukum yang saat ini masih dalam taham perancangan.
Computer Crime Act (Malaysia)
Cybercrime merupakan suatu kegiatan yang dapat dihukum karena telah menggunakan computer dalam jaringan internet yang merugikan dan menimbulkan kerusakan pada jaringan computer internet, yaitu merusak property, masuk tanpa izin, pencurian hak milik intelektual, pornografi, pemalsuan data, pencurian penggelapan dana masyarakat.
Cyber Law diasosiasikan dengan media internet yang merupakan aspek hukum dengan ruang lingkup yang disetiap aspeknya berhubungan dnegan manusia dengan memanfaatkan teknologi internet.
Council of Europe Convention on Cybercrime (COECCC)
Merupakan salah satu contoh organisasi internasional yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari kejahatan di dunia maya, dengan mengadopsikan aturan yang tepat dan untuk meningkatkan kerja sama internasional dalam mewujudkan hal ini.
COCCC telah diselenggarakan pada tanggal 23 November 2001 di kota Budapest, Hongaria. Konvensi ini telah menyepakati bahwa Convention on Cybercrime dimasukkan dalam European Treaty Series dengan nomor 185. Konvensi ini akan berlaku secara efektif setelah diratifikasi oleh minimal lima Negara, termasuk paling tidak ratifikasi yang dilakukan oleh tiga Negara anggota Council of Europe. Substansi konvensi mencakup area yang cukup luas, bahkan mengandung kebijakan criminal yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari cybercrime, baik melalui undang-undang maupun kerja sama internasional.  Konvensi ini dibentuk dengan pertimbangan-pertimbangan antara lain sebagai berikut:
  1. Bahwa masyarakat internasional menyadari perlunya kerjasama antar Negara dan Industri dalam memerangi kejahatan cyber dan adanya kebutuhan untuk melindungi kepentingan yang sah dalam penggunaan dan pengembangan teknologi informasi.
  2. Konvensi saat ini diperlukan untuk meredam penyalahgunaan sistem, jaringan dan data komputer untuk melakukan perbuatan kriminal. Hal lain yang diperlukan adalah adanya kepastian dalam proses penyelidikan dan penuntutan pada tingkat internasional dan domestik melalui suatu mekanisme kerjasama internasional yang dapat dipercaya dan cepat.
  3. Saat ini sudah semakin nyata adanya kebutuhan untuk memastikan suatu kesesuaian antara pelaksanaan penegakan hukum dan hak azasi manusia sejalan dengan Konvensi Dewan Eropa untuk Perlindungan Hak Azasi Manusia dan Kovenan Perserikatan Bangsa-Bangsa 1966 tentang Hak Politik Dan sipil yang memberikan perlindungan kebebasan berpendapat seperti hak berekspresi, yang mencakup kebebasan untuk mencari, menerima, dan menyebarkan informasi/pendapat.
Konvensi ini telah disepakati oleh masyarakat Uni Eropa sebagai konvensi yang terbuka untuk diakses oleh Negara manapun di dunia. Hal ini dimaksudkan untuk diajdikan norma dan instrument Hukum Internasional dalam mengatasi kejahatan cyber, tanpa mengurangi kesempatan setiap individu untuk tetap dapat mengembangkan kreativitasnya dalam pengembangan teknologi informasi.
Perbedaan Cyber Law, Computer Crime Act, dan Council of Europe Convention on Cybercrime
  • Cyber Law: merupakan seperangkat aturan yang dibuat oleh suatu Negara tertentu dan peraturan yang dibuat itu hanya berlaku kepada masyarakat Negara tertentu.
  • Computer Crime Act (CCA): merupakan undang-undang penyalahgunaan informasi teknologi di Malaysia.
  • Council of Europe Convention on Cybercrime: merupakan organisasi yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari kejahatan di dunia internasional. Organisasi ini dapat memantau semua pelanggaran yang ada di seluruh dunia.
sumber:
http://nti0402.wordpress.com/2012/04/

perbedaan berbagai cyber law


1. Jelaskan perbedaan berbagai Cyber Law?
Cyberlaw

Cyberlaw merupakan topik yang hangat dibicarakan saat ini seiring dengan berkembangnya teknologi informasi. Kata “cyber” berasal dari “cybernetics,” yaitu sebuah bidang studi yang terkait dengan komunikasi dan pengendalian jarak jauh. Jadi Cyberlaw adalah hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya), yang umumnya diasosiasikan dengan Internet. Cyberlaw dibutuhkan karena dasar atau fondasi dari hukum di banyak negara adalah "ruang dan waktu".
Cyber Law adalah aspek hukum yang artinya berasal dari Cyberspace Law.yang ruang lingkupnya meliputi aspek-aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai online dan memasuki dunia cyber atau maya. bisa diartikan cybercrime itu merupakan kejahatan dalam dunia internet.        Cyberlaw juga merupakan hukum yang terkait dengan masalah dunia cyber. Di Indonesia saat ini sudah ada dua Rancangan Undang-Undang (RUU) yang berhubungan dengan dunia cyber, yaitu RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi dan RUU Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik. Beberapa orang menyebutnya Cybercrime kejahatan komputer. The Encyclopaedia Britannica computer mendefinisikan kejahatan sebagai kejahatan apapun yang dilakukan oleh sarana pengetahuan khusus atau ahli penggunaan teknologi komputer.

Computer crime action
Undang-Undang yang memberikan untuk pelanggaran-pelanggaran yang berkaitan dengan penyalahgunaan komputer. BE IT diberlakukan oleh Seri Paduka Baginda Yang di-Pertuan Agong dengan nasihat dan persetujuan dari Dewan Negara dan Dewan Rakyat di Parlemen dirakit,dan oleh otoritas yang sama. Cyber crime merupakan salah satu bentuk fenomena baru dalam tindakan kejahatan, hal ini sebagai dampak langsung dari perkembangan teknologi informasi. Cybercrime adalah istilah umum, meliputi kegiatan yang dapat dihukum berdasarkan KUHP dan undang undang lain, menggunakan komputer dalam jaringan Internet yang merugikan dan menimbulkan kerusakan pada jaringan komputer Internet, yaitu merusak properti, masuk tanpa izin, pencurian hak milik intelektual, pornografi, pemalsuan data, pencurian, pengelapan dana masyarakat.

komputer sebagai diekstrak dari penjelasan Pernyataan dari CCA 1997 :

a.       Berusaha untuk membuat suatu pelanggaran hukum bagi setiap orang untuk menyebabkan komputer untuk melakukan apapun fungsi dengan maksud untuk mendapatkan akses tidak sah ke komputer mana materi.
b.      Berusaha untuk membuatnya menjadi pelanggaran lebih lanjut jika ada orang yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam item (a) dengan maksud untuk melakukan penipuan, ketidakjujuran atau menyebabkan cedera seperti yang didefinisikan dalam KUHP Kode.
c.       Berusaha untuk membuat suatu pelanggaran bagi setiap orang untuk menyebabkan modifikasi yang tidak sah dari isi dari komputer manapun.
d.      Berusaha untuk menyediakan bagi pelanggaran dan hukuman bagi komunikasi yang salah nomor, kode, sandi atau cara lain untuk akses ke komputer.
e.       Berusaha untuk menyediakan untuk pelanggaran-pelanggaran dan hukuman bagi abetments dan upaya dalam komisi pelanggaran sebagaimana dimaksud pada butir (a), (b), (c) dan (d) di atas.
f.       Berusaha untuk membuat undang-undang anggapan bahwa setiap orang memiliki hak asuh atau kontrol apa pun program, data atau informasi lain ketika ia tidak diizinkan untuk memilikinya akan dianggap telah memperoleh akses yang tidak sah kecuali jika dibuktikan sebaliknya


PERBEDAAN CYBER LAW DI BERBAGAI NEGARA  (INDONESIA, MALAYSIA, SINGAPORE, VIETNAM, THAILAND)  ADALAH SBAGAI BERIKUT :

CYBER LAW NEGARA INDONESIA :
Inisiatif untuk membuat “cyberlaw” di Indonesia sudah dimulai sebelum tahun 1999. Fokus utama waktu itu adalah pada “payung hukum” yang generik dan sedikit mengenai transaksi elektronik. Pendekatan “payung” ini dilakukan agar ada sebuah basis yang dapat digunakan oleh undang-undang dan peraturan lainnya. Karena sifatnya yang generik, diharapkan rancangan undang-undang tersebut cepat diresmikan dan kita bisa maju ke yang lebih spesifik. Namun pada kenyataannya hal ini tidak terlaksana. Untuk hal yang terkait dengan transaksi elektronik, pengakuan digital signature sama seperti tanda tangan konvensional merupakan target. Jika digital signature dapat diakui, maka hal ini akan mempermudah banyak hal seperti electronic commerce (e-commerce), electronic procurement (e-procurement), dan berbagai transaksi elektronik lainnya.
Namun ternyata dalam perjalanannya ada beberapa masukan sehingga hal-hal lain pun masuk ke dalam rancangan “cyberlaw” Indonesia. Beberapa hal yang mungkin masuk antara lain adalah hal-hal yang terkait dengan kejahatan di dunia maya (cybercrime), penyalah gunaan penggunaan komputer, hacking, membocorkan password, electronic banking, pemanfaatan internet untuk pemerintahan (e-government) dan kesehatan, masalah HaKI, penyalahgunaan nama domain, dan masalah privasi. Penambahan isi disebabkan karena belum ada undang-undang lain yang mengatur hal ini di Indonesia sehingga ada ide untuk memasukkan semuanya ke dalam satu rancangan. Nama dari RUU ini pun berubah dari Pemanfaatan Teknologi Informasi, ke Transaksi Elektronik, dan akhirnya menjadi RUU Informasi dan Transaksi Elektronik. Di luar negeri umumnya materi ini dipecah-pecah menjadi beberapa undang-undang.
Ada satu hal yang menarik mengenai rancangan cyberlaw ini yang terkait dengan teritori. Misalkan seorang cracker dari sebuah negara Eropa melakukan pengrusakan terhadap sebuah situs di Indonesia. Dapatkah hukum kita menjangkau sang penyusup ini? Salah satu pendekatan yang diambil adalah jika akibat dari aktivitas crackingnya terasa di Indonesia, makaIndonesia berhak mengadili yang bersangkutan. Apakah kita akan mengejar cracker ini ke luar negeri? Nampaknya hal ini akan sulit dilakukan mengingat keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh kita. Yang dapat kita lakukan adalah menangkap cracker ini jika dia mengunjungi Indonesia. Dengan kata lain, dia kehilangan kesempatan / hak untuk mengunjungi sebuah tempat di dunia. Pendekatan ini dilakukan oleh Amerika Serikat.

CYBER LAW NEGARA MALAYSIA :
Lima cyberlaws telah berlaku pada tahun 1997 tercatat di kronologis ketertiban. Digital Signature Act 1997 merupakan Cyberlaw pertama yang disahkan oleh parlemen Malaysia. Tujuan Cyberlaw ini, adalah untuk memungkinkan perusahaan dan konsumen untuk menggunakan tanda tangan elektronik (bukan tanda tangan tulisan tangan) dalam hukum dan transaksi bisnis. Computer Crimes Act 1997 menyediakan penegakan hukum dengan kerangka hukum yang mencakup akses yang tidak sah dan penggunaan komputer dan informasi dan menyatakan berbagai hukuman untuk pelanggaran yang berbeda komitmen. Para Cyberlaw berikutnya yang akan berlaku adalah Telemedicine Act 1997. Cyberlaw ini praktisi medis untuk memberdayakan memberikan pelayanan medis / konsultasi dari lokasi jauh melalui menggunakan fasilitas komunikasi elektronik seperti konferensi video. Berikut pada adalah Undang-Undang Komunikasi dan Multimedia 1998 yang mengatur konvergensi komunikasi dan industri multimedia dan untuk mendukung kebijakan nasional ditetapkan untuk tujuan komunikasi dan multimedia industri. The Malaysia Komunikasi dan Undang-Undang Komisi Multimedia 1998 kemudian disahkan oleh parlemen untuk membentuk Malaysia Komisi Komunikasi dan Multimedia yang merupakan peraturan dan badan pengawas untuk mengawasi pembangunan dan hal-hal terkait dengan komunikasi dan industri multimedia.

CYBER LAW NEGARA SINGAPORE :
Cyberlaw di Singapore
The Electronic Transactions Act (ETA) 1998 The Electronic Transactions Act telah ada sejak 10 Juli 1998 untuk menciptakan kerangka yang sah tentang undang-undang untuk transaksi perdagangan elektronik di Singapore yang memungkinkan bagi Menteri Komunikasi Informasi dan Kesenian untuk membuat peraturan mengenai perijinan dan peraturan otoritas sertifikasi di Singapura.
ETA dibuat dengan tujuan :
• Memudahkan komunikasi elektronik atas pertolongan arsip elektronik yang dapat dipercaya;
• Memudahkan perdagangan elektronik, yaitu menghapuskan penghalang perdagangan elektronik yang tidak sah atas penulisan dan persyaratan tandatangan, dan untuk mempromosikan pengembangan dari undang-undang dan infrastruktur bisnis diperlukan untuk menerapkan menjamin / mengamankan perdagangan elektronik;
• Memudahkan penyimpanan secara elektronik tentang dokumen pemerintah dan perusahaan
• Meminimalkan timbulnya arsip alektronik yang sama (double), perubahan yang tidak disengaja dan disengaja tentang arsip, dan penipuan dalam perdagangan elektronik, dll;
• Membantu menuju keseragaman aturan, peraturan dan mengenai pengesahan dan integritas dari arsip elektronik; dan
• Mempromosikan kepercayaan, integritas dan keandalan dari arsip elektronik dan perdagangan elektronik, dan untuk membantu perkembangan dan pengembangan dari perdagangan elektronik melalui penggunaan tandatangan yang elektronik untuk menjamin keaslian dan integritas surat menyurat yang menggunakan media elektronik.
Didalam ETA mencakup :
• Kontrak Elektronik Kontrak elektronik ini didasarkan pada hukum dagang online yang dilakukan secara wajar dan cepat serta untuk memastikan bahwa kontrak elektronik memiliki kepastian hukum.
• Kewajiban Penyedia Jasa Jaringan Mengatur mengenai potensi / kesempatan yang dimiliki oleh network service provider untuk melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti mengambil, membawa, menghancurkan material atau informasi pihak ketiga yang menggunakan jasa jaringan tersebut. Pemerintah Singapore merasa perlu untuk mewaspadai hal tersebut.
• Tandatangan dan Arsip elektronik Hukum memerlukan arsip/bukti arsip elektronik untuk menangani kasus-kasus elektronik, karena itu tandatangan dan arsip elektronik tersebut harus sah menurut hukum.
Di Singapore masalah tentang privasi,cyber crime,spam,muatan online,copyright,kontrak elektronik sudah ditetapkan.Sedangkan perlindungan konsumen dan penggunaan nama domain belum ada rancangannya tetapi online dispute resolution sudah terdapat rancangannya.

CYBER LAW NEGARA VIETNAM :
Cyberlaw di Vietnam Cyber crime, penggunaan nama domain dan kontrak elektronik di Vietnam suudah ditetapkan oleh pemerintah Vietnam sedangkan untuk masalah perlindungan konsumen privasi,spam,muatan online,digital copyright dan online dispute resolution belum mendapat perhatian dari pemerintah sehingga belum ada rancangannya.
Dinegara seperti Vietnam hukum ini masih sangat rendah keberadaannya,hal ini dapat dilihat dari hanya sedikit hukum-hukum yang mengatur masalah cyber,padahal masalah seperti spam,perlindungan konsumen,privasi,muatan online,digital copyright dan ODR sangat penting keberadaannya bagi masyarakat yang mungkin merasa dirugikan.

CYBER LAW NEGARA THAILAND :
Cyberlaw di Thailand Cybercrime dan kontrak elektronik di Negara Thailand sudah ditetapkan oleh pemerintahnya,walaupun yang sudah ditetapkannya hanya 2 tetapi yang lainnya seperti privasi,spam,digital copyright dan ODR sudah dalalm tahap rancangan.
Kesimpulan: Dalam hal ini Thailand masih lebih baik dari pada Negara Vietnam karena Negara Vietnam hanya mempunyai 3 cyberlaw sedangkan yang
lainnya belum ada bahkan belum ada rancangannya. Kesimpulan dari 5 negara yang dibandingkan adalah Negara yang memiliki cyberlaw paling banyak untuk saat ini adalah Indonesia,tetapi yang memiliki cyberlaw yang terlengkap nantinya adalah Malaysia karena walaupun untuk saat ini baru ada 6 hukum tetapi yang lainnya sudah dalam tahap perencanaan sedangkan Indonesia yang lainnya belum ada tahap perencanaan.Untuk Thailand dan Vietnam,Vietnam masih lebih unggul dalam penanganan cyberlaw karena untuk saat ini saja terdapat 3 hukum yang sudah ditetapkan tetapi di Thailand saat ini baru terdapat 2 hukum yang ditetapkan tetapi untuk kedepannya Thailand memiliki 4 hukum yang saat ini sedang dirancang.

sumber : 
http://ilmu3d.blogspot.com/2013/04/perbedaan-cyber-law-di-negara2.html
http://gid3on.blogspot.com/2013/04/perbedaan-berbagai-cyberlaw.html

 

Blogger news

Blogroll

About